Vietnam 5D4N: Hanoi & Halong Bay Cruise



Kalau ada satu negara di Asia Tenggara yang tidak terasa seperti Asia Tenggara, itulah Vietnam! Sudah lama saya ingin mengunjungi negara unik ini, sejak nonton salah satu episode Parts Unknown-nya almarhum Anthony Bourdain, di mana beliau berwisata kuliner di sekitar Hoan Kiem Lake di Hanoi. Karakteristik budaya, orang-orangnya serta makanannya membuat membuat beliau mengelu-elukan Vietnam sebagai salah satu negara yang paling ia suka. Makanya, waktu teman dari Amerika Serikat bilang akhir tahun lalu bahwa ia sedang mengunjungi nenek-kakeknya di Vietnam, saya pun tidak ragu-ragu lagi: Vietnam, here I come! And lo and behold, what a surprising gem of the South East Asia! Inginnya sih mengeksplor semua bagian di negara ini, termasuk Da Nang, Hoi An dan Ho Chi Minh di selatan, tapi apa daya hanya punya 5 hari libur (itu saja sudah dicari-cari klien dan agen di tengah-tengah liburan haha), jadinya saya dan adik hanya bisa berjalan-jalan di sekitar Hanoi dan Halong Bay.

Kenapa Vietnam?

Banyak orang yang ragu-ragu mengunjungi negara ini, meskipun Vietnam sudah lama menjadi destinasi populer di Asia Tenggara. Buat orang Indonesia, saya rasa faktor utamanya adalah biaya yang jauh lebih mahal dibandingkan ke Malaysia atau Thailand. Untuk tiket pesawatnya saja, ke Vietnam sama harganya dengan ke Hong Kong (di kisaran Rp 2.5-3 juta). Ke Ho Chi Minh pun tidak terlalu berbeda jauh harganya. Tapi percaya deh, kalian tidak akan merasa rugi jalan-jalan ke negeri yang indah ini, karena:

  1. Meskipun anggota ASEAN (yang buat orang Indonesia berarti bebas visa sampai 30 hari), Vietnam, terutama wilayah utaranya, memiliki iklim, pemandangan, makanan dan suasana yang lebih mirip tetangganya di utara (baca: Hong Kong/Tiongkok). Hanoi sendiri beriklim sub-tropis, dan waktu saya bertandang ke sana di pertengahan Januari 2019, suhunya berkisar antara 18 hingga 22 derajat celcius (adem lah ya, tidak terlalu dingin tapi juga tidak panas). 
  2. Mata uang Vietnam, yaitu Dong, kursnya lebih kecil dibandingkan Rupiah. Saat tulisan ini dibuat, rate-nya kira-kira 1.6 Dong untuk setiap 1 Rupiah. Harga makanan di Hanoi berkisar antara VND 30.000 - 60.000/porsi (sekitar Rp 20.000-40.000), ini pun di daerah turis. Ini artinya harga makanan dan barang di sana sangat terjangkau buat orang Indonesia. Jadi sebaiknya bawa uang berapa? Saya sendiri cukup membawa USD 100 (sekitar VND 2.300.000 atau Rp 1.450.000) untuk makan sehari-hari dan beli oleh-oleh selama 5 hari di sana, dan itu pun masih sisa USD 15 saat pulang ke Indonesia. Saran dari saya: bawalah USD untuk ditukarkan dengan VND setiba di airport Hanoi. Kursnya akan lebih baik dibandingkan langsung tukar dari Rupiah ke Dong. Alternatif lain adalah menarik uang tunai di ATM di Hanoi, tapi saya lebih suka membawa uang tunai karena tidak semua bank di Vietnam memberi info biaya tarik tunai dan kurs yang jelas. 
  3. Jangan takut dengan banyaknya rumor yang beredar di Internet tentang aksi-aksi penipuan dan penjambretan di Hanoi. Menurut pengalaman saya, berjalan kaki di Hanoi, apalagi di Old Quarter, sangat aman. Saya tidak pernah diikuti, diganggu atau ditawari apa pun saat sedang jalan-jalan. Semua orang di sana ramah-ramah, penjualnya tidak asal tembak harga dan selalu menghitung uang kembalian langsung di depan kita. Tapi, dear readers, tidak ada salahnya berhati-hati dengan dompet dan HP. Simpan uang dan paspor di tempat yang aman dan selalu bawa saat keluar hotel/apartemen. 
  4. Makanannyaaaaaaa! Semua makanan Vietnam di Indonesia kalah dari pho pinggir jalan di Hanoi. Bun cha-nya, astaga, lezat luar biasa! Makan banyak pun tidak takut gemuk atau kolesterol, karena makanan di Hanoi sehat-sehat, jarang yang digoreng. Penikmat kuliner halal tidak perlu takut, karena daging sapi, ayam dan seafood juga menu favoritnya penduduk lokal. Harganya pun, kalau dibandingkan dengan di Jakarta bikin elus-elus dada, karena semangkok besar pho dengan daging sapi yang buanyak harganya hanya Rp 20.000. Seumur-umur traveling ke negeri orang, tidak pernah saya ngidam makanan lokal seperti itu saat balik ke Indonesia (hiks).
Day 1: Hoan Kiem Lake

Tanggal 11 Januari 2019 kami mendarat di bandara Noi Bai, Hanoi, di jam makan siang. Persis setelah area baggage claim ada counter-counter penjualan SIM card dan penukaran uang. Saya dan adik pun membeli SIM Card seharga 200.000 VND (Rp 120.000) dan menukar uang USD100 kami menjadi sekitar 2.300.000 VND. Setelah dihitung-hitung, kursnya bagus kok, malah lebih bagus daripada money changer di Indonesia.

Bertolak belakang dengan apa yang saya baca di internet, ternyata tidak ada tuh supir-supir taksi penipu yang menawarkan tarif "edan" di terminal kedatangan. Semuanya rapi, bersih, tidak berisik. Jalan sedikit ke kiri setelah keluar terminal, maka ada shuttle-shuttle airline dan satu bus besar bernomor 86 arah pusat kota. Kami pun naik bus ini dan turun di titik terdekat ke apartemen Airbnb kami di dekat Hoan Kiem Lake. Tarifnya? 35.000 VND saja/orang (sekitar Rp 25.000). Baik turis, pilot dan karyawan-karyawan bandara banyak yang naik airport bus ini, jadi tidak perlu takut. Di tengah jalan menuju pusat kota, kenek akan menagih tarifnya. 

Airport Bus 86 jurusan Noi Bai Airport - Old Quarter berwarna oranye menyala dan ada nomor 86 merah menyala di bagian kiri atas. Waktu tempuhnya sekitar 1 jam.
Setelah istirahat sebentar di Apartment, kami pun cari makan di daerah Old Quarter. Tebak dong makanan pertama kami di Hanoi.... yup, pho! Pho di sana jangan dibandingkan dengan restoran-restoran Vietnam di Indonesia ya, jauuuh lebih enak di Hanoi pastinya. Saya tidak pernah bisa habiskan pho di Hanoi saking banyaknya satu porsi di sana (bukannya gengsi ya... tapi memang ga kuat porsinya haha). Sorenya kami duduk-duduk di tepi danau Hoan Kiem, yang merupakan pusat kegiatan penduduk setempat juga, bukan hanya turis-turis. Danau ini dikeliling banyak restoran dan kafe, bank, minimart, kios jajanan dan suvenir, tapi tata letaknya rapi dan cukup teratur. Di hari Sabtu dan Minggu, area sekeliling danau menjadi situs Car Free Day dan dipenuhi dengan atraksi, bazaar dan pasar malam. Pagoda di tengah danau dan jembatannya juga dihiasi lampu warna-warni. Meriah deh pokoknya!

Konon, Danau Hoan Kiem (yang artinya "the Returned Sword") memiliki legenda yang mirip dengan cerita King Arthur dan pedangnya Excalibur. Bedanya, pedang tersebut bernama Thuan Thien ("Heaven's Will") dan diberikan oleh Dewa Kura-Kura kepada Kaisar Le Loi untuk memenangkan pemberontakan melawan dinasti Ming Tiongkok. Setelah menang, beliau mengembalikan lagi pedang tersebut ke danau. 

Suasana danau Hoan Kiem yang tenang di sore hari
Pagoda dan jembatan di tengah danau dihiasi lampu-lampu menarik di malam hari

Kunjungan kami bertepatan dengan selesainya misa di St. Joseph's Cathedral.
Halaman gereja yang apik ini sarat dengan nuansa kota kecil Italia.
Malam harinya kami memutuskan untuk jajan street food di Weekend Night Market (hanya buka Jumat, Sabtu dan Minggu malam) yang letaknya di utara danau. Sekitar jam 6 sore jalan besar ini ditutup dan tenda-tenda pun dipasang di tengah jalan. Apa yang dijual di sana? Banyak sekali, mulai dari suvenir, baju, tas, kerajinan tangan, makanan, sampai elektronik. Mirip sekali dengan Temple Street Market di Hong Kong. Di setiap perempatan juga banyak jajanan seperti sate, banh mi (sandwich ala Vietnam) dan kue-kue tradisional. Di ujung Night Market dekat Dong Market kami pun duduk-duduk menikmati jus tebu (rasanya unik loh!) seharga 15.000 VND (Rp 10.000) saja. Karena searah pulang ke apartemen, kami mengunjungi agen tur Ha Long bay nomor satu di Hanoi, namanya TheSinhTourist (hati-hati ya, banyak tur yang memalsukan nama agen ini. Kantor resminya di Old Quarter adalah di 52 Luong Nguoc Quyen St., dan websitenya adalah www.thesinhtourist.vn. Sebenarnya bisa saja booking secara online dari Indonesia, tapi saran saya sebaiknya datang langsung ke kantornya karena jadwal cruise tidak selalu sesuai dengan jadwal kita (tidak setiap hari ada). Harga tur ke Halong Bay berbeda-beda tergantung dari lamanya cruise (day trip, 2D1N atau 3D2N), besarnya kapal, jenis kamar dan ketinggiannya (di atas atau di bawah dek). Saya dan adik memesan Apricot Premium Cruise 4* 2D1N seharga Rp 1.9 jt/orang. Kami juga menyempatkan diri mengunjungi St. Joseph Cathedral di sebelah barat Hoan Kiem. 



Day 2: Halong Bay Cruise & Cave

Esok paginya, kami sarapan pho di ujung utara Hang Trong Street (VND 30.000, minum gratis!), dekat apartemen kami. Di pagi hari, apalagi weekend, tidak banyak restoran dan toko yang buka pagi, tapi untungnya kedai pho ini buka. Jam 8 kami dijemput oleh guide Ha Long Bay cruise kami dan dimulailah perjalanan 4 jam ke Ha Long Bay (banyak yang mengeluh perjalanan bus ini lama dan melelahkan, tapi saya sudah pernah naik bus 17 jam dari Dieng ke Jakarta hahaha!) Di tengah jalan bus berhenti di pusat suvenir dan restoran (yang namanya perjalanan bus wisata memang selalu seperti ini) dan saya sempat beli oleh-oleh kue kacang hijau khas Vietnam.

Dermaga keberangkatan Halong Bay layaknya seaside resort papan atas, banyak hotel mewah, villa dan yacht-yacht besar. Saya sungguh terpukau dengan kapal cruise Apricot Premium kami. Kapal ini tidak besar dan justru eksklusif karena hanya ada 18 kamar, dan grup tur saya hanya terdiri dari 17 orang jadi hanya setengah kamarnya yang terisi. Mereka semua berasal dari berbagai belahan dunia: Australia, Italia, Inggris, AS bahkan Jepang. Karena tidak terlalu banyak, kami pun banyak berinteraksi dengan satu sama lain.

Salah satu ruangan di Surprise Cave Halong Bay

Kapal meninggalkan pelabuhan saat jam makan siang dan setelah makan kami pun sampai di salah satu gua yang paling besar di Ha Long, namanya Surprise Cave di pulau Boho. Bukan main banyaknya pengunjung di gua ini, sampai-sampai jalannya tersendat. Ada 3 ruang utama di gua ini, dan ruang yang terakhir besar dan indahnya bukan main!

Bungalow di pintu keluar Surprise Cave
Setelah itu kami dibawa dengan kapal motor kecil ke pulau Ti Top, di mana pengunjung bisa mendaki hingga ke puncak tertinggi di Halong Bay (sekitar 15-20 menit naik tangga ke puncaknya). Tapi kalau cuaca sedang mendung atau berkabut, pemandangannya tidak terlalu jelas di puncak. Di pulau ini juga ada pantai berpasir putih dan area snorkeling, tetapi karena cuaca sedang dingin tidak banyak yang berenang. Hari itu kebanyakan orang bersantai di dekat dermaga dan warung pinggir pantai.

Saat matahari mulai terbenam, kami kembali ke kapal pesiar dan menikmati makan malam dengan menu yang banyak (banget!) dan disuguhi rice wine Vietnam yang menurut saya rasanya mirip air tape....haha.

Day 3: Ha Long Bay Pearl Farm, Kayaking & Cooking Class

Peternakan mutiara di tengah-tengah Halong Bay
Jam 7 pagi, kami semua memulai hari dengan sarapan prasmanan seraya kapal berlayar di antara tebing-tebing tinggi yang sungguh indah, meskipun cuacanya sedang dingin dan anginnya cukup kencang. Kami menyeberang dengan motorboat kecil ke peternakan mutiara di laguna yang tenang. Di sini kami diberitahu proses pembiakan kerang mutiara dan ditawari perhiasan mutiara (jangan kaget yah liat harganya, hehe). Lalu kami dipersilakan melakukan kayaking, tapi karena asyik mengobrol dengan sesama peserta tur Australia dan Jepang di kafe (di atasnya toko mutiara), saya tidak sempat mendayung. Ya tidak apa lah, cuacanya juga terlalu dingin! Setibanya kembali di kapal pesiar, kami diajari cara membuat Vietnamese Spring Roll yang terkenal itu (gampang sekali buatnya!) Setelah makan siang, kapal membawa kami kembali ke dermaga Halong dan kami pun naik bus ke Hanoi Old Quarter.


Ruang makan di kapal pesiar Apricot Premium
Saya dan adik menikmati pemandangan Halong Bay dari atas kapal pesiar

Day 4: Ho Chi Minh Mausoleum & Tran Quoc Pagoda

Back in Hanoi! Hari keempat ini kami gunakan untuk mengunjungi train street, lalu menyisir museum, tempat bersejarah dan daerah Westlake yang asri. Pagi harinya, kami mencari sarapan di sekitar train street, di sebelah utara Hoan Kiem lake. Dijuluki train street karena banyak kafe dan tempat ngopi di kiri kanan rel kereta, dan setiap kali kereta lewat mereka harus meminggirkan kursi/barang dagangan mereka. Tidak perlu khawatir, kereta hanya melewati jalan ini setiap 3 jam sekali. Baru-baru ini, train street menjadi tempat yang trending di instagram, jadi jangan lupa berfoto di sini! By the way, di penyeberangan kereta ada cafe yang buburnya enak banget, namanya The Railway Cafe. Cobain deh!

Saya dan teman sarapan di Railway Cafe yang imut!
Kafe pinggir rel kereta api yang unik.




















Tempat bersejarah pertama yang kami kunjungi adalah Imperial Citadel, tapi sayangnya di hari Senin banyak museum yang tutup, termasuk Imperial Citadel ini, jadi kami hanya bisa berfoto di kejauhan. Di seberang Imperial Citadel ada plaza dengan patung Lenin yang sangat besar, karena memang politik dan pemerintahan di Vietnam, terutama di bagian utara, berideologi komunis.

Pelataran Ho Chi Minh Mausoleum yang dipenuhi dengan turis

Spot selanjutnya adalah Ho Chi Minh/Ba Dinh Mausoleum, yang tidak jauh dari Imperial Citadel. Mausoleum ini berisi jenazah Ho Chi Minh, pejuang revolusi komunis Vietnam semasa Perang Dunia II yang kemudian menjadi Presiden Republik Vietnam Utara dan pemimpin Viet Cong semasa Perang Vietnam. Untuk mengunjungi pelataran mausoleum ini, pengunjung tidak dikenakan biaya apa pun, kecuali jika ingin melihat bagian dalam mausoleum (yang juga tutup di hari Senin). Akan tetapi, perhatikan cara berpakaian saat mengunjungi situs ini. Rok/celana yang terlalu pendek dan tank top tidak diperbolehkan. Dilarang berjalan di trotoar yang mengelilingi kebun kalau tidak mau dimarahi garda nasional. Di kompleks mausoleum ini juga terdapat museum sejarah dan One Pillar Pagoda yang tersohor.  

Pagoda utama di Tran Quoc
Setelah puas foto-foto, kami memesan Grab (ya, di Vietnam kamu bisa pakai aplikasi Grab untuk memesan taksi online. Harganya sangat terjangkau dibandingkan taksi biasa.) ke daerah West Lake, yang danaunya jauh lebih besar daripada Hoan Kiem. Di pesisir timurnya ada kompleks kuil buddha yang terkenal, namanya Tran Quoc Pagoda. Tidak ada tiket masuk ke sini alias gratis. Tran Quoc Pagoda adalah kuil tertua di Hanoi, yaitu dari abad ke-6 Masehi. Arsitekturnya didominasi dengan warna kuning dan emas, very instagrammable!

Beranjak dari Tran Quoc, kami menyeberang jalan dan menelusuri danau ke arah utara untuk mencari tempat makan siang. Kami malah menemukan satu lagi kuil pinggir danau Truch Bach yang baru diresmikan tahun 2018, namanya Den Thuy Trung Tien, yang meskipun kecil tapi sangat indah. 

Di bagian utara West Lake kami menemukan restoran vegetarian Aummee yang menunya benar-benar lengkap dan enakkk. Puas banget makan di sini! Lumpia sayurnya, sup kejunya, susu wijen hitamnya, Dim sum telur asinnya, semuanya enak! Pelayanannya sangat bagus dan restorannya terbilang mewah. Kami memilih restoran ini karena rating bintang 4-nya di Google Maps. Omong-omong, pencarian restoran di Google Maps ampuh lho untuk berwisata kuliner di negeri asing!

Kuil Den Thuy Trung Tien yang baru diresmikan tahun lalu

Rice Spring Roll di Aummee Vegetarian Restaurant.
Alamatnya: 26 Châu Long, Trúc Bạch, Ba Đình, Hà Nội
Tampak depan restoran dari jalan Chau Long.

Setelah makan siang (dan charge handphone hihi) kami melanjutkan jalan-jalan ke arah timur, di mana jalan protokolnya dihiasi dengan tembok mosaik sepanjang 6 kilometer! Proyek arsitektur raksasa ini dibesut tahun 2007 dalam rangka memperingati 1000 tahun kota Hanoi. Bahan keramik mosaiknya adalah produksi desa Bat Trang yang terkenal sebagai produsen keramik di Vietnam utara.

Mosaic Mural di sepanjang Red River ("Ha Noi").
Gerbang masuk Temple of Literature
Dari Mosaic Mural, kami menggunakan Grab car untuk mengunjungi Temple of Literature ke arah selatan. Tiket masuknya VND 30.000/orang, dan ada audio guide opsional seharga VND 50.000 dengan 20 lebih pilihan bahasa. Karena saya ingin tahu sejarah tempat ini, saya sewa audio guidenya di loket. Paket audio guidenya berupa satu peta bernomor dan remote yang dipasangi headset. Di setiap titik penting di kompleks Temple of Literature saya bisa menekan angka di remote untuk memainkan audio guide.

Ternyata situs ini adalah universitas nasional pertama di Hanoi, yang didirikan di zaman Kekaisaran Ly Thanh Thong di abad ke-11 Masehi. Di sinilah tempat keluarga kerajaan dan pejabat-pejabat penting meniti ilmu dengan paham Konfusius. Sekarang Temple of Literature dijadikan museum dan tempat penelitian sejarah dan arkeologi Vietnam. Di gedung terbesar dan terdalam di kompleks ini terdapat artifak-artifak peninggalan abad pertengahan seperti gulungan naskah, alat-alat pengajaran dan tempat sembahyang.

Sore hari, badan sudah cukup lelah berjalan jauh, kami pun kembali ke Apartemen dan beristirahat. Malam harinya adalah waktu yang saya tunggu-tunggu selama berwisata ke Hanoi: Bun Cha Huong Lien yang terkenal, tempat almarhum Anthony Bourdain dan Obama makan di Hanoi. Bun Cha ini sangat legendaris, dan mereka sangat mengapresiasi kunjungan Bourdain dan Obama sampai-sampai meja tempat keduanya makan diabadikan dalam kotak kaca! Lucunya, tempat ini begitu terkenal di Hanoi sampai-sampai supir Grab kami bertanya "Huong Lien? Obama?", adik dan saya sampai geli mendengarnya.


Bun Cha Huong Lien yang legendaris. Cara makannya? Ambil bihunnya dan masukkan ke dalam sup daging. Lalap bisa dimakan langsung atau dimasukkan ke dalam kuah. Kamu bisa menambahkan irisan bawang putih dan cabe untuk menambah selera.

Bun Cha adalah makanan khas vietnam yang terdiri dari sup daging babi dan bihun. Kalau pesan menu Obama Special, makanan ini didampingi dengan satu kaleng bir dan martabak seafood. Harganya? Khusus untuk bun cha harganya VND 40.000 (tidak sampai Rp 30.000), sementara paket Obama Special harganya VND 85.000. Rugi lho kalau tidak wisata kuliner di sini, karena Bun Cha ada dalam daftar 10 street food terenak di seluruh dunia. Aargggh jadi ngidam!

Day 5: Banh Mi & Airport Shuttle


Hari terakhir wisata kami yang rileks di Vietnam kami gunakan untuk mencoba kopi Vietnam yang tersohor (hmm kenapa ya saya nunggu hari kelima baru coba? Soalnya saya bukan peminum kopi sih...). Selain drip coffee, Vietnam juga terkenal dengan egg coffee dan coconut coffeenya. Egg coffee enak tapi jangan terlalu banyak, karena perut sempat bergejolak habis minum ini haha. Coconut coffeenya benar-benar unik, asam manis pahit dan wangi kelapanya kental sekali. Saya, adik dan teman saya juga bertandang ke outlet Banh Mi (sandwich) yang enak di sebelah selatan Hoan Kiem lake, namanya Banh Mi by Minh Nhat yang dirintis oleh finalis masterchef Vietnam. Pilihannya lumayan banyak, tapi yang paling asli Vietnam adalah Thap Cham (diisi dengan irisan cold cuts ham dan beef) seharga VND 32.000 (sekitar Rp 25.000). Porsinya besar dan cukup kok untuk sarapan. Jangan lupa tambahkan daun coriander yang wangi!

Outletnya kecil tapi mencolok kok, tidak susah dicari.
Letaknya di tepi selatan danau Hoan Kiem.





Sebelum bergegas ke airport, kami masih punya cukup waktu untuk bertandang ke Note Cafe yang unik di sebelah utara danau Hoan Kiem. Kafe yang modern ini terdiri dari 3 lantai dan baik dinding, lantai mau pun furniturenya dipenuhi dengan note sticker yang ditulis oleh para pengunjungnya dari seluruh dunia. Harga secangkir kopinya sekitar VND 30.000 - 45.000. Saking unik dan lucunya, saya dan teman sampai mampir ke sini dua kali!


Interior Note Cafe yang unik

Jam 9.30 kami berpamitan dengan teman saya (sedih, tapi karena tahu kalau dia bakal sering ke Singapore, saya tidak takut tidak bakal bertemu lagi dengan dia) dan naik grab ke pool shuttle Vietnam Airlines di sebelah barat daya Hoan Kiem Lake. Shuttle seperti ini menurut saya lebih efektif untuk mengejar pesawat, karena lebih cepat daripada Airport Bus dan selalu tepat waktu. Jam 10 kami berangkat ke Noi Bai Airport dan sebelum jam 11 sudah sampai. Tarif shuttle ini adalah VND 40.000/orang (sekitar Rp. 26.000). Goodbye, Vietnam! Lain kali saya pasti kembali untuk jalan-jalan ke wilayah bagian selatan. Buat para pembaca, masih ragukah kalian untuk berlibur ke Vietnam?


Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.